Di beberapa tempat, baik di
perkotaan maupun di perdesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah
yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber
air yang terbatas dan kebutuhan biaya dan teknik pengolahan sebelumdimanfaatkan
oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan
air bagi masyarakat
Ancaman krisis air bersih
semacam ini telah berulang kali menerjang desa-desa di sebagian
propinsi-propinsi di Indonesia termasuk juga NTB. Dalam upaya menunjang
keberlangsungan aktivitas ekonomi masyarakat maka dirasa perlu untuk mencari
solusi dalam menyediakan air bersih bagi masyarakat.
Suatu perencanaan yang
komprehensif (comprehensive planning) terhadap
penyediaanair bersih merupakan solusi dari permasalahan dalam pelayanan air
bersih terhadapmasyarakat. Perencanaan yang komprehensif meliputi aspek peran
serta masyarakat, aspekteknis, aspek finansial, aspek kelembagaan dan
lingkungan.
Kesimpulan
Dari analisa diperoleh bahwa
kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air didaerah.
Pendekatan yang dilakukan dalam
pembangunan dan pengelolaan pensarana danprasarana penyediaan air bersih masih
bernuansa administratif.
Banyak investasi berupa hasil
pembangunan sarana prasarana penyediaan air bersihyang tidak termanfaatkan
ataupun berfungsi dengan baik karena tidak dikelola dan dipelihara sesuai
standar (tidak berorientasi pada prinsip keberlanjutan atausustainable
system). Hal ini berlaku baik pada investasi penyediaan air bersih di
perkotaan maupun perdesaan.
Pembangunan dan pengelolaan sarana
prasarana penyediaan air bersih dilakukanmasih berdasarkan penetapan kebutuhan
dari pemerintah pusat (supply driven) yang bersifat general atau standar
untuk tiap kota/daerah yang tidak mencitrakan kebutuhan masyarakat yang
sebenarnya sesuai kondisi karakteristik wilayahnya. Hal ini juga
menjadi pemicu yang mengarah pada kegagalan program.
Beberapa kendala yang dihadapi
berkaitan dengan upaya melaksanakan polapendekatan yang tanggap kebutuhan (demand
responsive approach) antara lain:
a) Belum adanya kerangka hukum yang mengatur tentang penerapan pola pendekatan
ini yang disepakati oleh semua stakeholder.
b) Kendala pelaksanaan di lapangan yaitu adanya indikasi penolakan dari
masing-masing stakeholder, baik langsung maupun tak langsung, untuk menerapkan
pola pendekatan ini karena keterbatasan kemampuan, informasi, dana, dan
kelemahan birokrasi, serta pertimbangan lainnya.
Terbatasnya sumber pendanaan baik untuk
investasi maupun kegiatan operasi danpemeliharaan sarpras penyediaan air
bersih. Sumber terbesar berasal dari pinjaman luar negeri dari lembaga donor.
Keterbatasan dana yang ada dan pinjaman yang besar membuat kondisi keuangan
institusi pengelola penyediaan air bersih (PDAM) masih terperosok meskipun
sudah mulai berorientasi pada sistem full cost recovery. Peran keterlibatan
swasta ataupun upaya pencarian alternatif sumber dana lain seperti pinjaman
dari bank, obligasi dan sebagainya masih minim/belum dijajaki.
Sekitar 60 % PDAM dalam kondisi kurang
sehat, disebabkan oleh rendahnya kinerjamanajemen, tarif air yang relatif
rendah dibanding biaya operasi dan pemeliharaan,
dan kurangnya dukungan pemerintah kabupaten/kota sebagai pemilik PDAM
tersebut.
Sejak krisis
1997, perkembangan investasi di bidang air bersih relatif kurang memadai
Komentar
Posting Komentar