Langsung ke konten utama

Eritrosit



ERITROSIT
            Eritrosit adalah jenis sel darah merah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen kejaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang,dan oksigen akan dilepaskan saat eritosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsure pembuatannya adalah zat besi.

FUNGSI ERITROSIT
             Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen. Dalam eritrosit erdapat hemoglobin, dan hemoglobin berfungsi mengikat oksigen. Disamping itu hemoglobin juga berkitan dengan karbondioksida fungsi lain dari eritrosit adalah sebagai penyanggah asam basa yang utama dalam tubuh. Eritrosit banyak sekali mengandug enzim karbonat sehingga meningkatkan kecepatan reaksi beberapa ribu kali lipat.

KONSENTRASI ERITROSIT DALAM DARAH
            Pada laki-laki normal jumlah eritrosit rata-rata 5.200.000 ( ± 300.000 ) per mili liter darah, sedagkan pada perempuan yang normal jumlah eritrositnya adalah 4.700.000 ( ± 300.000). Jumlah eritrosit ini berfariasi pada kedua jeni kelamin dan pada perbedaan umur. Disampng itu fariasi jumlah eritrosit juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat tinggal seseorang. Hal ini tentusaja berkaitan dengan tekatan parsial oksigen yang berbeda antara daerah yang rendah dan tinggi.  

PROSEDUR PERCOBAAN
            Untuk menghitung jumlah eritrosit, darah dihisap hingga sekala 1 lalu diteruskan dengan menghisap larutan hayem singga sekala 101, artinya pengenceran dilakukan 100x. pengenceran dapat dilakukan hingga 200x jika darah dihisap sekala 0,5 dan konsentrasi darah terlalu pekat.
            Setelah pengenceran kedua ujung pipet dipegang dan dikocok selama 2 menit dimana pengocokan tersebut berfungsi untuk menghomogenkan larutan yang ada didalam pipet setelah itu sebelum dimasukkan kedalam haemacytometer, 2 tetesan darah pertama dibuang. Prosedur ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan akurasi sel darah yang akan dihitung karena padaujung pipet kemungkinan kecil tidak terdapat sel darah, dimana ada dua kemungkinan. Setelah itu larutan diteteskan didalam countigchamber ( daerah kotak perhitungan ) yang ditutupi oleh kaca pnutup. Kemudian diamati dibawah microskop dalam kotak R ( kotak kecil yang terletak ditengah terbagi menjadi 25 bujur sangkar dengan sisi 1/5 mm ). Pada counting chamber serta dihitung jumlah eritrositnya. Kotak ini lebih kecil dari pada kotak perhitungan leukosit.

ALAT DAN BAHAN
Alat :
1.      Mikroskop
2.      Objek glass
3.      Gelas penutup
4.      Pipet tetes
5.      Seperangkat alat bedah
6.      Hemosito meter
Bahan :
1.      Larutan hayem
2.      Aquades
3.      Hewan uji coba

PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT
Darah yang sudah tersedia diisap menggunakan pipet eritrosit (Haemocytometer) sampai garis tanda 0,5 tepat. Lalu darah dibersihkan pada ujung pipet, kemudian larutan Hayem dihisap lagi sampai garis tanda 101, dan diusahakan tidak terjadi gelembung udara. Lalu pipet diangkat dari larutan Hayem dan ujung pipet ditutup dengan ujung jari dan karet penghisap dilepaskan. Lalu pipet tadi dihomogenkan dengan cara memutar seperti angka delapan selama 15-30 detik dengan menutup ujung pipet dengan ibu jari tengah, lalu dibuang 3-4 tetes cairan. Kamar hitung yang telah dipersiapkan langsung diteteskan dengan cairan dari pipet dengan cara menyentuhkan ujung pipet pada permukaan kamar hitung. Kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan lensa 10x lalu diganti dengan lensa 40x. Semua eritrosit yang terdapat dalam 5 kotak yang tersusun dalam 16 kotak kecil dihitung.

ANALISIS DATA
Data kuantitatif dari parameter yang diukur dianalisis menggunakan analisis varian (Anova) dan
dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil.

HASIL PENELITIAN
Rata-rata (±SD) jumlah eritrosit darah tikus (106/µL) setelah diberi perlakuan selama 3 hari berturut-turut. 
Jumlah eritrosit darah tikus tanpa penyuntikkan T. evansi dan tanpa esktrak sernai (K0) dalam penelitian ini ( 7,6.106) masih berada dalam batas kisaran jumlah eritrosit normal yaitu 7,2.106-9,6.106/µl (Aboderin dan Oyetayu, 2006) sedangkan rata-rata jumlah eritrosit yang diinfeksikan T. evansi adalah 2,7.106/µl. Hal ini menunjukkan penurunan jumlah eritrosit yang sangat drastis dan berbeda sangat nyata dengan jumlah eritrosit kelompok K0 dengan tikus kelompok perlakuan. 
Jumlah eritrosit untuk tikus dari masing-masing kelompok perlakuan menunjukkan peningkatan jumlah eritrosit seiring dengan meningkatnya dosis ekstrak daun sernai. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah eritrosit pada KIV lebih tinggi dibandingkan KIII dan KII. Jumlah eritrosit tikus pada KIII juga berbeda nyata (P<0,05) dengan jumlah eritrosit tikus KII (P<0,05).  Jumlah eritrosit tikus yang diinfeksikan T. evansi jauh menurun daripada eritrosit yang tidak terinfeksi. Penurunan jumlah eritrosit ini disebabkan karena rusaknya sel darah merah akibat infeksi yang terjadi (Wayan et al., 1981). Selain itu toksin dari Trypanosoma dapat menyebabkan peruntuhan eritrosit sehingga jumlah eritrosit menurun dan menyebabkan anemia (Ressang, 1984). Jumlah eritrosit tikus dari 3 kelompok perlakuan dengan ekstrak sernai juga berada di bawah jumlah normal dan berbeda nyata dengan kadar normal darah tikus (P<0,05). Jumlah eritrosit dari setiap kelompok tikus yang diberi ekstrak daun sernai berbeda nyata satu sama lain (P<0,05). Dari penelitian ini KIV jumlah eritrositnya mendekati jumlah eritrosit normal sehingga kemungkinan jika dosis ditingkatkan bisa meningkatkan jumlah eritrosit mendekati jumlah eritrosit normal. Gambaran darah tikus yang diinfeksi menunjukkan kelainan yang berat sama seperti kelainan yang dialami oleh anjing yang diinfeksi T. evansi yang ditemukan dengan jelas adanya anemia, penurunan PCV sampai nilai 18% dan hemoglobin sampai 9 mg (Husein et al., 1995). Jumlah parasit di dalam darah berbanding terbalik dengan kadar glukosa darah, semakin banyak jumlah parasit maka kadar glukosa yang terdapat dalam darah sedikit dan menyebabkan anemia berat (Jatkar dan Singh, 1974).

KESIMPULAN
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa infeksi Trypanosoma evansi berpengaruh terhadap gambaran darah tikus yang menyebabkan penurunan nilai PCV dan eritrosit sedangkan nilai leukosit mengalami peningkatan. Jumlah eritrosit dan jumlah leukosit darah tikus yang diberi ekstrak daun sernai dosis 60 mg/kg lebih berpengaruh terhadap gambaran darah tikus dibandingkan dosis 45 dan 30 mg/kg. tetapi nilai PCV yang diberi ekstrak daun sernai dosis 30 mg/kg lebih berpengaruh terhadap gambaran darah tikus dibandingkan dosis 45 dan 60 mg/kg. 











Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah pengendalian vektor

MAKALAH “KONSEP DAN METODE PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU ” Diajukan sebagai salah satu Syarat mengikuti Pelajaran Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-B”   POLTEKKES KEMENKES Tanjung Pinang   Di Susun Oleh: KELAS II.B KESLING Apriliasari Ekasaputri Kementrian Kesehatan Republik Indonesia POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN 2014 KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis ucapkan   puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah   maka penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “KONSEP DAN METODE PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU ” ini dengan semaksimal mungkin.       Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada: 1.       Bapak drh.Iwan Berri Prima 2.       Semua pihak yang telah menyumbangkan waktu, tenaga dan pikirannya demi menyelesaik...

MAKALAH "Nyamuk Anopheles"

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas. Sampai saat ini malaria masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Malaria sebagai salah satu penyakit infeksi disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium, yang ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Depkes RI, 2001). Penyakit ini tersebar luas di berbagai daerah, dengan derajat infeksi yang bervariasi. Di beberapa daerah yang telah belasan tahun tidak ada kasus malaria, tiba-tiba menjadi endemis kembali. Bahkan di Pulau Bintan, Aceh dan Kabupaten Jayawijaya di Papua sempat dinyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang memerlukan penanganan serius dari lintas sektor. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan lingkungan yang memudahkan perkembangan nyamuk vektor malaria . Nyamuk Anopheles di seluruh dunia terdapat kira-kira 2000 spesies, sedangkan yang dapat menularkan malaria kira-kira 60 spesies...

Makalah makanan kadaluarsa

MAKALAH DAMPAK MAKANAN KADALUARSA Diajukan sebagai salah satu Syarat mengikuti Pelajaran Penyehatan Makanan Minuman - B   POLTEKKES KEMENKES Tanjung Pinang Di Susun Oleh: II B KESLING APRILIASARI EKASAPUTRI NIM.P07233312 220 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia POLTEKKES KEMENKES TANJUNGPINANG JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN 2014 KATA PENGANTAR Pertama-tama kami ucapkan   puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah   maka penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dampak Makanan Kadaluarsa bagi kesehatan” ini dengan semaksimal mungkin. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada: 1.       Bapak Indra Pradita,S.SiT 2.       Semua pihak yang telah menyumbangkan waktu, tenaga dan pikirannya demi menyelesaikan tugas ini. Kami sadar bahwa tugas ini masih jauh se...